Beranda | Artikel
Keteladanan: Pondasi Pendidikan Seksual
15 jam lalu

Keteladanan: Pondasi Pendidikan Seksual merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Tarbiyah Jinsiyyah (Pendidikan Seksual Untuk Anak Dan Remaja Dalam Islam). Kajian ini disampaikan pada Selasa, 11 Jumadil Akhir 1447 H / 2 Desember 2025 M.

Kajian Tentang Keteladanan: Pondasi Pendidikan Seksual

Segala sesuatu memerlukan contoh agar dapat dipahami, apalagi bagi anak-anak. Otak anak memang didesain untuk meniru. Kemampuan meniru lebih besar daripada kemampuan menalar atau memahami perkataan. Anak akan lebih cepat belajar dengan meniru apa yang dilihat dan disaksikan.

Maka, mau tidak mau, orang tua harus bisa menjadi role model (teladan) bagi anak-anak. Hal ini sangat penting, apalagi dalam bab Tarbiyah Jinsiyyah, yang materinya bersifat praktikal. Materi ini berkaitan dengan perilaku, perbuatan, dan sikap yang ditunjukkan dan dinampakkan, bukan sesuatu yang tersimpan di hati atau di kepala. Oleh karena itu, keteladanan dalam bab ini sangat krusial, bahkan menjadi pondasinya, karena anak akan belajar dari apa yang dia lihat.

Tantangan Memberi Contoh

Contohnya, seorang ibu yang tidak menjaga auratnya, bahkan menampakkannya, akan menyulitkan si anak untuk mengerti bahwa menutup aurat itu penting dan perlu. Walaupun hidayah ada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan anak bisa mendapatkannya dari mana saja, apa yang dilihat dari guru pertama (orang tua) adalah apa yang dicontohkan.

Jika seorang ibu tidak mencontohkan hal yang baik dalam bab menutup aurat, akan sulit bagi anak untuk memahami pentingnya hal tersebut. Padahal, meskipun sudah dicontohkan dengan benar, anak kadang masih perlu didukung dengan perkataan, motivasi, dan nasihat berkali-kali agar mau mengikuti. Akan lebih sulit lagi jika contoh yang ditunjukkan justru bertentangan. Seorang ibu menyuruh anaknya menutup aurat, sementara yang dilihat anak justru sebaliknya. Hal ini akan susah diterima oleh si anak.

Oleh karena itu, ayah dan bunda harus bisa menjadi teladan. Suka atau tidak suka, orang tua adalah panutan bagi anak-anak. Ayah bunda adalah guru, pendidik, dan sosok yang menjadi panutan bagi anak-anak.

Sebagaimana peribahasa populer yang mengatakan, “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya” atau “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari,” artinya apa yang dilihat dari guru akan ditiru oleh anak, bahkan mungkin lebih dari apa yang dilihatnya. Jika anak melihat perilaku yang baik dan positif, anak akan meniru, bahkan mungkin melebihinya. Demikian pula sebaliknya, jika yang dilihat adalah keburukan.

Oleh karena itu, salah satu hikmah mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya sangat menekankan masalah agama dalam memilih jodoh, sebab mereka adalah calon pendidik bagi anak-anak yang terlahir dari pernikahan itu.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah Al-Baqarah:

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ…

“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik, meskipun dia menarik hatimu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 221)

Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga memberikan panduan memilih jodoh dengan menitikberatkan masalah agama:

فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“Maka, carilah yang mempunyai agama, engkau akan beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Memilih pasangan yang baik agamanya mungkin kadang tidak sesuai dengan selera, namun selera bisa memperdaya dan menipu. Ada makanan yang menarik selera tetapi menjadi penyakit, dan ada yang kurang menarik (seperti jamu) tetapi menyehatkan. Dalam mencari jodoh, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpesan agar mencari pasangan yang sekufu (setara), terutama dalam hal agama, yaitu sama-sama beriman.

Jangan berspekulasi dengan memilih pasangan yang agamanya kurang, dengan harapan nanti bisa diperbaiki setelah menikah. Memperbaiki manusia, apalagi yang sudah dewasa dan terbentuk bertahun-tahun dengan latar belakang pendidikan yang beragam, tidak semudah itu.

Tujuan memilih pasangan yang shalih adalah agar ketika seorang anak lahir dari pernikahan itu, ayah dan ibu (selaku suami istri) sudah siap menjadi guru, teladan, pembimbing, dan pendidik. Anak akan tumbuh sesuai dengan pendidikan yang ditanamkan kepadanya.

Lingkungan dan Genetika

Secara genetika, sifat-sifat orang tua akan menurun kepada anak-anak mereka, sebagaimana peribahasa “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.” Besarnya pengaruh orang tua ini dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanya-lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa orang tua adalah lingkungan yang paling dekat dengan anak dan pengaruhnya sangat besar. Apa yang ditampilkan orang tua sangat membekas di benak si anak dan menjadi pelajaran pertama dalam hidupnya. Bekas ini terkadang sulit hilang; meskipun berubah seiring waktu, ada kecenderungan anak kembali kepada “setelan pabrik” atau pendidikan awalnya—istilahnya, “keluar aslinya.”

Oleh karena itu, orang tua adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas seorang anak. Jika terjadi kesalahan pada anak, orang tua harus maju dan berkata, “Ini adalah tanggung jawabku,” atau, “Ini adalah salahku.”

Orang tua sering kali hanya mengklaim, “Itu anakku,” atau “Itu buah tanganku” ketika anak berprestasi, tetapi tidak berani maju dan berkata, “Ini adalah tanggung jawabku, sayalah orang yang paling salah di situ,” ketika anak berbuat buruk. Pendidik tidak boleh mencari kambing hitam atau melemparkan kesalahan kepada orang lain.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55860-keteladanan-pondasi-pendidikan-seksual/